Kebanyakan orang kristen berjoget-joget dalam beribadah, dan joget-jogetan tersebut membuat ibadah itu terlihat bagi sekelompok aliran kristen beranggapan bahwa ibadah semacam itu adalah ibadah kedagingan, di satu sisi, pelaku yang sering berjoget saat beribadah selalu beralasan bahwa mereka menari bagi Tuhan seperti Daud menari. Lantas apa kebenaran perihal menari dalam sebuah persekutuan?
Jika orang kristen selalu beralasan bahwa mereka menari bagi Tuhan seperti Daud yang menari, maka kita perlu mengupas tuntas kebenaran firman Tuhan sesuai konteks kebenarannya. Cerita mengenai Daud yang menari-nari terdapat di 2 Samuel 6:12-23, demikian pembahasannya;
Mulai dari ayat 5 Daud dan segenap bangsa Israel mulai menari-nari di hadapan Tuhan, konteks dari tarian yang mereka lakukan adalah mereka sedang mengangkut tabut Allah (ayat 2), dan dikatakan di ayat yang ke 3 bahwa kereta yang menjadi pengangkut tabut tersebut adalah kereta yang baru. Mungkin salah satu alasan mengapa mereka bersukacita adalah karena mereka memiliki kereta yang baru untuk mengangkut tabut Allah tersebut, kita saja sendiri ketika diberikan barang baru apalagi sangat berguna bagi kehidupan kita maka kita akan merasa sukacita. Jadi salah satu alasan mengapa mereka menari-nari, kemungkinannya mereka memiliki kereta baru untuk tabut Allah itu.
Menari-nari adalah suatu bentuk ekspresi jika orang tersebut dalam keadaan sukacita, tidak ada orang yang menari dalam kesedihan, kecuali bagi mereka yang menganggap tarian sebagai suatu pekerjaan, seperti pada zaman sekarang ini, zaman sekarang tarian merupakan suatu pekerjaan dan tidak selalu di tuntut orang tersebut untuk selalu bersukacita dalam melakukannya. Namun dalam konteks emosional, maka tarian adalah salah satu ungkapan sukacita seseorang.
Karena keteledorannya, Uza tanpa berpikir panjang ia memegang tabut Allah tersebut hanya karena lembu-lembunya tergelincir, Allahpun murka lalu membunuhnya, sehingga ia mati tepat di dekat tabut tersebut (ayat 6-7). Satu orang telah mati dari kelompok tersebut karena sebuah keteledoran yang ia lakukan. Setelah kejadian itu, perasaan Daud pun menjadi bercampur aduk antara marah dan takut kepada Tuhan, ia marah karena Tuhan telah membunuh Uza, dan ia takut terhadap tabut Allah tersebut.
Yang sebelumnya Daud menari-nari dihadapan Tuhan menjadi takut dan marah perihal kematian Uza, perasaan Daud berubah begitu cepat dari sukacita menjadi marah dan takut. Pertanyaannya adalah, berasal darimanakah tarian Daud tersebut? Dari Roh Allah atau dari keinginannya sendiri? Dari ayat 1 hingga ayat 10 sendiri tidak ada Tuhan perintahkan Daud untuk menari bagi-Nya, tidak ada Roh Allah yang menggerakan Daud untuk menari, artinya Daud menari berdasarkan keinginan sendiri. Tidak heran jika perasaannya menjadi berubah begitu cepat, menjadi marah dan takut. Karena buah Roh sendiri tidak menghasilkan kemarahan dan ketakutan, amarah sendiri merupakan hasil dari perbuatan daging (Galatia 5:19-21).
Jika sukacita itu berasal dari buah Roh (Gal. 5:22) maka seharusnya orang tersebut hidup didalam Roh dan tidak hidup berdasarkan kedagingan. Galatia 5:16 menjelaskan bahwa orang yang hidup menurut Roh maka ia tidak akan mengikuti keinginan daging, karena keinginan Roh dan keinginan daging sangat berlawanan satu sama lain.
Dalam konteks cerita Daud, mengapa ia yang sebelumnya begitu sukacita menjadi marah dan takut? Jika sukacita itu berasal dari Roh maka ia tidak membuahkan perbuatan-perbuatan kedagingan, artinya sukacita Daud, tarian-tarian Daud tersebut merupakan keinginannya sendiri, ia membiarkan keinginan-keinginan daging dibuahi dalam hidupnya sehingga tidak heran perasaannya bisa berubah begitu cepat menjadi marah dan takut.
Dalam Galatia 5:21 yang berbicara mengenai perbuatan daging mengatakan bahwa pesta pora adalah salah satu dari buah kedagingan. Dalam text Yunani, pesta pora berarti Komos, dan dalam bahasa Inggris ada dua kata untuk menerjemahkan kata Komos; yaitu a revel dan carousal. Dalam kamus Oxford, kata a revel dalam bentuk kata kerja berarti enjoy oneself in a lively and noisy way, especially with drinking and dancing, menikmati diri sendiri dalam keadaan mabuk sambil menari-nari. Kata carousal menurut kamus Merriam-webster berarti a wild, drunken party or celebration, pesta kemabukan dan perayaan. Cambridge Dictionary mengartikan kata revel sebagai kata kerja yang berarti to dance, drink, sing, etc. At a party or public, especially in a noisy way.
Berdasarkan hasil analisa bahasa di paragraf di atas maka dapat kita simpulkan bahwa tari-tarian termasuk perbuatan daging, tari-tarian merupakan buah dari pesta pora, pesta pora → Komos → a revel → drinking → dancing. Tidak heran kalau Daud yang berawalannya ialah sukacita berujung kepada kemarahan dan ketakutan, hal ini karena tarian tersebut merupakan hasil dari perbuatan daging, Daud menari mengikuti keinginan daging maka buah kedagingan lainnya pun dihasilkan yaitu amarah dan ketakutan, sangat sinkron dengan kebenaran firman Tuhan yang menyatakan bahwa orang yang hidup menurut Roh tidak lagi mengikuti keinginan daging. Tidak ada istilahnya orang yang berbuah dari Roh justru membuahkan kedagingan, itu adalah penyimpangan tidak ada kebenaran, orang yang hidup di dalam Roh pasti tetap diam didalam Roh dan menghasilkan buah-buah Roh dan tidak menghasilkan perbuatan daging, jadi sudah cukup jelas bahwa tarian yang di lakukan Daud pada masa itu sebenarnya bukan dari dorongan Roh Allah melainkan dari dorongan keinginan dagingnya sendiri.
Lalu di ayatnya yang ke 12 Daud kembali bersukacita, sukacita Daud dalam ayat ini bercerita tentang Allah yang memberkati Obed-Edom, dan lagi ia menari-nari karena itu. Kembali dipertanyakan disini, darimana asal sukacita raja Daud ini? Apakah dari Roh Kudus atau dari kedagingan? Mengingat perasaan sukacita adalah buah dari Roh dan juga buah dari kedagingan, namun tentu ada pembeda karna keduanya tidak bisa bersama, sukacita dari Roh maka tidak akan menghasilkan kedagingan sedangkan sukacita kedagingan akan menghasilkan perbuatan-perbuatan daging, seperti kemabukan dan lain-lain, oleh karena itu banyak orang yang sukacita secara lahiriah pasti banyak yang jatuh dalam pesta pora yang isinya kemabukan dan melakukan tarian-tarian yang membawa kesenangan dunia, dalam zaman modern ini anda bisa melihat sendiri bagaimana dunia menyajikan pesta pora tersebut didalam dunia hiburan malam (clubbing party).
Ayat 14 dan 15 menjelaskan bahwa Daud menari-nari dan bangsa Israel bersorak-sorak dan meniupkan sangkakala, sebuah tindakan yang mirip sekali dengan perbuatan daging Komos, seluruh bangsa berpesta pora. Pada ayatnya yang ke 20 Mikhal binti Saul menegur Daud dengan mengatakan: “Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti seorang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!”
Mengapa Mikhal menegur Daud dengan mengatakan seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya? Sejak kapan Daud menelanjangi dirinya? Pada ayatnya yang ke 14 dikatakan bahwa Daud menari-nari di hadapan Tuhan sambil menanggalkan baju kebesarannya dan hanya mengenakan pakaian efod yang terbuat dari kain lenan, menurut kebiasaan zaman itu, seorang raja yang hanya mengenakan pakaian efod sudah dianggap telanjang, oleh karena itu Mikhal menegur Daud dengan mengatakan “… seperti seorang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!”
Dari peristiwa tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ekspresi sukacita Daud bukan berasal dari manifestasi Roh Allah tetapi berasal dari keinginan daging, ia sendiri yang menginginkan dirinya untuk menari dihadapan Allah, sehingga karena ia mengikuti keinginan daging maka buah perbuatan daging lainnya muncul yaitu ia menelanjangi dirinya.
Lalu pada ayat selanjutnya Daud membuat pernyataan bahwa “…dihadapan Tuhan aku menari-nari, bahkan aku akan menghinakan diriku lebih dari pada itu…” (ayat 21-22). Pernyataan Daud ini membuat semuanya semakin jelas, perkara tari-tariannya bukanlah berasal dari Allah, bukan dari dorongan Roh Allah, tetapi berasal dari keinginannya sendiri, tentu saja karena tarian-tarian Daud tersebut yang berasal dari keinginannya maka ia sendiri sedang membiarkan dirinya mengikuti keinginan daging dan tidak mengikuti keinginan Roh sehingga buah yang dihasilkan pun bukan buah-buah Roh melainkan buah dari perbuatan daging, amarah, rasa takut, dan bahkan ia menelanjangi dirinya sendiri, jelas ini bukan perbuatan Roh melainkan perbuatan daging.
Pengkhotbah 3:4 menjelaskan bahwa untuk menari sendiri ada waktunya, itu artinya ada waktu yang tepat dan ada waktu yang tidak tepat untuk menari-nari. Apakah menari-nari dalam persekutuan adalah waktu yang tepat? Jawabannya sudah pasti tidak, mau kita beralasan menari bagi Tuhan sekalipun waktunya tidak tepat dan kita memberi kepada Tuhan pun dengan cara yang salah, karena sebelumnya kita sudah bahas mengenai tarian Daud, tarian-tarian itu merupakan buah dari perbuatan daging (Gal. 5:19-21). Apakah pantas bagi kita untuk mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan dalam bentuk buah kedagingan? Bukankah Tuhan sudah pasti akan menolaknya? Lalu mengapa kita terus-menerus memberikan persembahan kepada Tuhan dalam bentuk tari-tarian? Bukankah kita sedang menghina kemuliaan Tuhan dengan memberikan dosa kepada-Nya? Sungguh kita adalah orang-orang yang terhina karena telah mempersembahkan kepada Tuhan dengan sesuatu yang dibenci-Nya.
1 Tesalonika 5:22 kembali memperingatkan kepada kita untuk menjauhi segala jenis kejahatan, termasuk didalamnya tari-tarian. Tari-tarian adalah perbuatan dosa yang menghasilkan perbuatan dosa lainnya, kita telah belajar dari tarian Daud, ia menghasilkan dosa lainnya seperti amarah, ketakutan, dan bahkan menelanjangi dirinya. Jangan hanya karena kita menari bagi Tuhan di dalam persekutuan umat percaya, lalu ada seorang perempuan yang pakaiannya tersingkap lalu auratnya terlihat oleh banyak orang maka ia menjadi perhatian bagi kaum laki-laki, bukankah kita sedang tidak menghormati persekutuan tersebut? Bukankah buah kemesuman terjadi dalam persekutuan tersebut? Bayangkan dalam persekutuan umat Tuhan, kita semua beramai-ramai melakukan perbuatan daging di hadapan Allah, bukankah kita sedang menghinanya secara tidak langsung?
Bayangkan jika ada beberapa kelompok wanita muda yang didalam persekutuan mengenakan pakaian yang ketat dan sexy, bukankah setiap gerakannya akan menjadi pusat perhatian bagi kaum lelaki? Bukankah pikiran kemesuman yang akan muncul dibenaknya? Bayangkan hal ini terjadi didalam persekutuan yang mengatasnamakan ibadah, bukankah kita sedang menghina ibadah tersebut? Bukankah kita sedang menjadi orang yang terhina lalu bersembunyi dibalik nama Tuhan? Apa bedanya antara kita dengan dunia malam? Bedanya dunia malam melakukannya secara terang-benderang, sedangkan kita melakukannya secara tersembunyi, dibalik kesucian kita melakukan semua perbuatan daging tersebut lalu kita mengklaim kalau kita sedang beribadah kepada Tuhan, lalu kita sedang mengklaim kalau kita sedang memberikan persembahan yang terbaik bagi Tuhan. Sungguh terlalu, sesungguhnya perbuatan kita adalah perbuatan yang hina tidak ada kebenaran didalamnya, karena ibadah kita tidak berlandaskan kepada kebenaran melainkan berdasarkan pemikiran manusia yang unjungnya melahirkan banyak sekali perbuatan-perbuatan daging.
