Liturgi, Kebenaran atau ketidakbenaran?


Image by Dimitris Vetsikas from Pixabay


Yesus menjelaskan dalam Yohanes 4:23 bahwa akan ada waktunya dimana banyak orang akan menyembah Allah didalam roh dan kebenaran, Yesus menyebutnya dengan penyembah-penyembah benar, itu artinya ada orang kristen yang menyembah Allah dengan landasan ketidakbenaran. Menjadi sebuah pertanyaan disini, apakah liturgi dalam peribadahan yang unsur penyembahannya sangat kental sekali merupakan suatu kebenaran? Apakah dengan adanya liturgi kita menjadi penyembah-penyembah yang benar? Atau kita justru telah menyimpang dari kebenaran?

Dalam percakapan antara Tuhan Yesus dan perempuan Samaria ini kita akan mengerti sebuah kebenaran dalam beribadah. Perempuan Samaria mengatakan bahwa nenek moyangnya menyembah di atas gunung, hal ini menjelaskan bahwa ibadah mereka itu dibatasi oleh ruang dan waktu namun Yesus menjawab dengan mengatakan bahwa orang tidak lagi menyembah berdasarkan tempat maupun waktu, mereka menyembah didalam roh, jadi arti dari menyembah didalam roh dan kebenaran dalam konteks ayat ini ialah penyembahan itu tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, tidak ada pembatasan.

Namun gereja masa kini membuat batasan-batasan dengan rupa aturan dan doktrin yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Sehingga beribadah harus hari minggu dengan waktu tertentu sesuai dengan aturan gereja lokal, namun umumnya gereja akan memulai kebaktian pada pukul 10:00-12.00, ini adalah waktu standard yang biasa di pakai dibanyak gereja ketika melakukan peribadahan.

Apakah dengan adanya aturan-aturan tersebut membuat kita menjadi penyembah-penyembah yang benar? Tentu saja tidak, karena penyembah yang benar itu harus di dalam roh dan kebenaran, maksudnya ialah tidak ada batasan ruang dan waktu.

Pembahasan ini juga menjelaskan bahwa ibadah itu tidak harus terfokus pada satu tempat, kita bisa menyembah Tuhan dimanapun, tidak ada lagi istilahnya tempat ibadah, tempat suci khusus bagi kita sebagai patokan dalam beribadah, namun dengan segala aturan yang dibuat oleh gereja, gereja membuat bangunan fisik menjadi sebuah patokan untuk beribadah, sehingga setiap orang yang tidak datang kegereja maka ia belum beribadah, hal ini karna mereka terfokus pada gereja sebagai bangunan, gereja sebagai benda mati, dan bukan gereja sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus.

Menyembah dalam roh berarti menyembah kepada Allah dengan tidak ada batasan ruang dan waktu, jangan ada lagi orang yang berani mengambil ayat ini diluar konteksnya lalu mengajarkan bahwa menyembah dalam roh berarti kita harus berbahasa roh ketika menyembah Tuhan, hati-hati terhadap penyesatan!

Lalu selain kita menyembah dalam roh, maka kita juga harus menyembah Allah di dalam kebenaran. Apakah liturgi itu alkitabiah? Saya tidak menemukan satu ayat pun dimana gereja beribadah harus berdasarkan liturgi (tatanan ibadah). Justru dengan adanya liturgi maka ibadah yang harusnya penuh dengan bimbingan Roh Kudus kini berjalan sesuai dengan standard manusia, karena liturgi itu hasil dari pemikiran manusia, tidak ada dasar kebenaran dalam firman Tuhan. Tidak ada dasar kebenaran mengapa kita memulai ibadah dengan doa lalu mengakhiri nya dengan doa, bahkan doa akhir ibadah diistilahkan sebagai doa berkat, doa yang di berkati melalui gembala sidang, dari mana dasar semuanya itu?

Jika tujuan dari liturgi adalah untuk membuat persekutuan menjadi tertib, maka apalah gunanya Roh Kudus dalam hidup kita sebagai umat yang percaya? Bukankah dalam buah Roh dijelaskan bahwa salah satu buah dari Roh adalah pengendalian diri? (Gal. 5:22-23). Bukankah Roh Kudus sendiri yang akan mengajarkan kepada kita untuk tetap tertib di dalam persekutuan? Jika kita meyakini Roh Kudus akan mengajari kita perihal ketertiban, mengapa kita sangat bergantung kepada liturgi yang merupakan hasil dari pemikiran manusia? Bukankah itu sama saja kita beribadah berdasarkan standard manusia dan bukan kepada tuntunan Roh Kudus? Bukankah itu artinya kita telah beribadah berdasarkan ketidakbenaran karna kita tidak mengandalkan Roh Kudus untuk mengajarkan kita mengenai ketertiban? Bukankah Allah sendiri tidak menghendaki kekacauan tetapi ketertiban? (1Kor. 14:33) mengapa kita begitu bergantung kepada pemikiran manusia dan tidak kepada Allah? Apakah ini artinya selama ini kita beribadah berdasarkan ketidakbenaran karena bergantung kepada liturgi buatan manusia? Jika ia, maka kita sudah menjadi penyembah-penyembah Allah yang menyimpang dari jalan kebenaran. Kita bukanlah penyembah-penyembah benar yang dimaksudkan oleh Yesus Kristus ketika Ia berbicara kepada perempuan Samaria tersebut.

Dalam sebuah peribadahan aturan liturgi yang berdasarkan Alkitab tercatat pada 1 Korintus 14:26-40. Dijelaskan bahwa dalam beribadah ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan yaitu; seorang bermazmur, seorang lagi mengajar, seorang lagi berbahasa roh, dan tidak ada urutan yang pasti yang mana harus terlebih dahulu, tidak ada kejelasan seperti apa format openingnya, seperti apa format endingnya, sangat berbeda dengan liturgi gereja sekarang ini yang semuanya sudah terformat, jadi jika anda bergereja di tempat lain dengan aliran yang sama maka anda tetap mengenali format ibadah tersebut.

Paulus mengajar bahwa dalam persekutuan maka tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu, jadi tidak semua orang melakukan satu hal bersamaan, contohnya dalam bermazmur, tidak semua jemaat dipimpin oleh Worship Leader untuk bersama-sama memuji Tuhan. Paulus justru mengajarkan dalam persekutuan setiap orang mempersembahkan sesuatu, setiap orang memiliki peran tersendiri dalam beribadah, dalam sebuah persekutuan. Masing-masing jemaat memiliki perannya, ada yang menjadi pemazmur ada yang menjadi pengajar, ada yang berbahasa roh, ada yang menafsirkan bahasa roh, setiap jemaat berperan sesuai dengan karunia roh dan semuanya itu digunakan untuk saling membangun. Jelas tipikal ibadah semacam ini kita tidak temukan lagi di gereja-gereja modern sekarang ini. Gereja modern saat ini yang berperan dalam ibadah ialah pelayan-pelayan yang sudah ditunjuk dan diberikan jadwal, sehingga jemaat tidak lagi memiliki peran penting dalam beribadah, karena semua berdasarkan aturan yang di buat manusia.

Akibatnya banyak jemaat hanya datang beribadah tanpa menjalankan perannya, sehingga karunia-karunia Roh Kudus yang seharusnya ada disetiap jemaat, dimatikan oleh rupa-rupa aturan manusia, aturan-aturan yang hanya memuaskan hasrat kedagingan, yang pada akhirnya membuat karunia-karunia Roh itu tidak dapat bermanifestasi.

Dengan demikian maka jemaat akan berpikiran saya tidak memiliki karunia Rohani, padahal sebenarnya mereka memiliki itu semua namun tidak memiliki kesempatan untuk bermanifestasi didalam persekutuan karena ibadah zaman sekarang telah terformat dalam sebuah liturgi yang baku.

Kolose 2:20 menjelaskan bahwa seharusnya jika kita telah mati bersama-sama dengan Kristus maka seharusnya kita tidak lagi membiarkan diri kita ditaklukkan kepada rupa-rupa aturan dunia, ayat ini memang berbicara perihal makanan (ay. 16), namun ayat 20 menjelaskan bahwa hal ini tidak hanya berlaku soal makanan tetapi juga perihal lainnya, karena di pertanyakan dalam ayat 20 “mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan…” berarti juga termasuk dalam hal beribadah, mengapa dalam beribadah kita dibiarkan takluk pada rupa-rupa peraturan? Ayat 23 menjelaskan bahwa peraturan-peraturan yang dibuat termaksud liturgi kelihatan penuh hikmat, aturan yang dalam pandangan kita, dalam pemikiran manusia liturgi itu dibutuhkan karna memberikan ketertiban dalam beribadah, peraturan semacam ini tidak ada gunanya justru peraturan-peraturan ini hanyalah alat untuk memuaskan keinginan daging.

Mengapa justru liturgi ini adalah ibadah yang hanya memuaskan nafsu keinginan daging? Sudah jelas karna dengan ibadah berdasarkan format liturgi itu sendiri artinya kita beribadah berdasarkan pemahaman manusia yang penuh dosa, artinya buah pemikiran kita itu melenceng dari kebenaran, liturgi bukan buah dari kebenaran, ia hasil dari pemikiran manusia, ibadah harus memiliki format tertentu dan menurut pandangan manusia ibadah semacam ini adalah ibadah yang bijaksana, namun hal itu menjadi salah, bukankah salah satu buah Roh dalam Galatia 5:22-23 sendiri adalah pengendalian diri? Bukankah Roh Kudus yang akan mengajari kita untuk beribadah dengan tertib? Bukankah Allah sendiri yang menghendaki ketertiban? Bukankah Ia tidak menghendaki kekacauan dalam beribadah? (1 Kor. 14:33).

Jadi dengan adanya liturgi justru kita beribadah berdasarkan pemahaman, pemikiran manusia, tidak lagi berdasarkan pengajaran, bimbingan Roh Kudus, hal ini membuat kita tidak lagi menjadi penyembah-penyembah yang benar, karena dasar penyembahan kita kepada Allah ialah pemikiran manusia yang menyimpang. Jika liturgi itu memang hasil pengajaran dari Roh Kudus, seharusnya liturgi dalam setiap denominasi gereja itu memiliki format yang sama, tidak ada yang berbeda, mengapa? Karena berasal dari Roh Kudus, liturgi dengan format yang berbeda dari setiap denominasi gereja justru menunjukkan dengan jelas bahwa liturgi itu hasil dari perbuatan daging manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak