Pendahuluan
“Jangan Menghakimi!” itulah seruan yang lantang yang terdengar di depan mimbar pada hari minggu ketika kita mendengar khotbah hamba-hamba Tuhan, dengan tegas ia mengajar bahwa kita orang kristen tidak boleh menghakimi, sehingga dengan pengajaran yang demikian tegas dan berulang-ulang terdengar di mimbar maka pada akhirnya orang kristen tidak ada yang mau menghakimi karena model pengajaran tersebut. Benarkah alkitab mengajarkan kita untuk tidak boleh menghakimi? Mari kita perhatikan kebenaran firman Tuhan perihal jangan menghakimi ini.
Pembahasan
Matius 7:1-6
Berdasarkan konteks dari ayat tersebut, maka sebenarnya jangan menghakimi adalah perintah supaya kita tidak di hakimi, jika kita tidak mau di hakimi ya janganlah kita menghakimi, itulah maksudnya, jadi bukan berarti ketika kita menghakimi maka kita telah berbuat dosa, pemahaman seperti itu adalah keliru. Namun kebanyakan orang hanya mengutip “jangan kamu menghakimi” tanpa memperhatikan kelanjutannya, kelanjutannya sudah jelas mengatakan bahwa “supaya kamu tidak di hakimi” jadi menghakimi bukanlah perbuatan dosa.
Dikatakan bahwa “karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan di ukurkan kepadamu” arti dari kalimat tersebut ialah jika kita menghakimi seseorang bahwa orang itu tidak disiplin, maka orang tersebut juga akan mempertanyakan hal yang sama kepada kamu, misalnya “kamu itu terlambat, kamu di hukum!” lalu orang yang di hakimi ini akan berbalik bertanya perihal kedisiplinan, “memangnya kamu sendiri tidak pernah terlambat?” atau seorang menghakimi dengan mengatakan “kamu itu penipu!” lalu orang itu akan membalas dengan mengatakan “memangnya kamu tidak pernah menipu?”, kira-kira seperti itulah maksud dari kalimat tersebut.
Ayatnya yang ke 3 mempertanyakan, mengapa kita melihat kesalahan orang lain, sedangkan kesalahan kita sendiri tidak kita lihat? Lalu ayatnya yang ke 4 berkata bagaimana mungkin “biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu?” lalu Tuhan Yesus menjelaskan di ayatnya yang ke 5 dengan berkata demikian “hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu”
Jadi sebenarnya dari pengajaran Tuhan Yesus yang tertulis pada ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa kita hanya tidak boleh menghakimi selama masih ada balok di mata kita, hal yang harus kita lakukan sebelum menghakimi orang lain ialah dia harus mengeluarkan balok itu dari matanya lalu mengeluarkan selumbar itu dari mata orang lain.
Dalam perihal menghakimi, kita harus melihat kedalam diri kita terlebih dahulu, apakah kita adalah orang yang bersih hatinya? Dikatakan bahwa dalam perihal menghakimi ukuran yang kita pakai kepada orang lain, ukuran itu juga akan di pakai kepada kita. Misalnya “kamu lupa berdoa!” lalu orang yang dihakimi akan berkata “memangnya kamu selalu berdoa?” orang yang menghakimi akan berkata “kamu telah berdosa!” lalu orang yang di hakimi akan berkata “memangnya kamu tidak berdosa?”
Oleh karena itu Tuhan Yesus mengajarkan bahwa sebelum menghakimi orang lain, kita harus perhatikan bahwa kita adalah orang yang bersih hatinya, lontaran hakiman yang akan kita keluarkan kepada orang tersebut harus kita pastikan terlebih dahulu apakah kita berbuat hal yang sama? Jika kita masih berbuat hal yang sama maka sebaiknya kita tidak boleh menghakiminya, namun jika kita bersih dalam hal tersebut maka kita boleh menghakimi orang tersebut. Misalnya seorang yang rajin menghakimi si pemalas, “hai kamu pemalas!” maka lontaran ini adalah sah, karena sih hakim bersih dalam lontaran tersebut, karena dia adalah rajin. Jika kamu melontarkan perkataan “hai kamu orang munafik, maka kamu harus perhatikan apakah kamu munafik atau tidak, jika kamu tidak munafik maka kamu boleh mengatakan hal demikian, jika orang yang terhakimi bertanya dengan ukuran yang sama “apakah kamu sendiri tidak munafik?” maka kamu bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan penuh kejujuran.
Jadi berdasarkan konteks ayat tersebut, sebenarnya kita orang kristen boleh menghakimi sesamanya, namun ada syarat dalam melakukannya syaratnya ialah ia harus bersih dahulu hatinya dalam konteks ukuran hakiman yang akan di lontarkan seperti contoh-contoh yang sudah saya berikan, jika kamu bersih dalam hal tersebut maka kamu boleh menghakimi, tetapi jika kamu sendiri adalah pelaku yang sama misalnya kamu menghakimi “hai kamu pemalas!” padahal kamu sendiri adalah pemalas, maka kamu tidak boleh menghakimi karena kamu sendiri adalah pelaku. Bagaimana bisa seorang pelaku menghakimi seorang pelaku? Yang ada ialah seorang hakim yang menghakimi pelaku, dan hakim itu harus bersih terhadap penghakiman yang akan di lontarkan.
Yohanes 7:24 menjelaskan bahwa kita justru boleh menghakimi orang lain, namun penghakiman yang di lakukan harus dengan adil. Ajaran yang sering di lontarkan di depan mimbar justru bertentangan dengan apa yang di tulis dalam kebenaran firman Tuhan, alkitab justru memperbolehkan kita untuk menghakimi dengan syarat-syarat yang berlaku.
Roma 2:1 menjelaskan bahwa kita yang menghakimi orang lain sebenarnya adalah orang yang tidak bebas dari salah, artinya apa yang kita hakimi terhadap orang lain kita sendiri adalah pelakunya juga, maka ayat ini mengajarkan bahwa ketika kita menghakimi orang lain kita juga sedang menghakimi diri kita sendiri, karena apa yang di hakimi itu sebenarnya kita dan orang tersebut adalah pelaku yang sama, jadi justru hakiman tersebut malah menghakimi kedua orang itu. Oleh karena itu, penting sekali sebelum menghakimi orang lain, kita harus memperhatikan diri kita, apakah kita sendiri bersih dari apa yang akan kita hakimi kepada orang tersebut? Jika tidak bersih maka kita tidak boleh menghakimi.
Lontaran pendeta-pendeta “jangan menghakimi!” yang biasa terdengar di depan mimbar juga sebenarnya mereka itu sendiri melanggar apa yang mereka lakukan, artinya mereka itu adalah orang-orang yang munafik. Misalnya saja jika hamba Tuhan tersebut memiliki pelayanan di Sekolah Teologi, jika ada mahasiswa yang melakukan pelanggaran maka sudah pasti dengan tidak segan para hamba Tuhan ini menghukum mahasiswa-mahasiswa tersebut, jadi sebenarnya para pendeta ini munafik.
Lontaran jangan menghakimi juga sebenarnya menurut saya adalah sebuah langkah yang di lakukan agar jemaat tunduk terhadap gembalanya, supaya tidak ada kritikan yang terlontarkan dari jemaat mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh gereja lokal, sehingga dengan demikian pelayanan apologet pun dimatikan dengan perintah tersebut.
Oleh karena itu, jangan lagi kita mendengar perkataan dari hamba-hamba Tuhan tersebut yang mengatakan “jangan menghakimi!” mereka sendiri menjadi hakim di STT, jika saudara tidak percaya, saudara bisa daftarkan diri di STT terdekat, dan lihat sendiri bagaimana mereka dengan tidak segan-segannya menghakimi mahasiswa.
Mereka melarang, namun alkitab memperbolehkannya dengan syarat-syarat seperti yang sudah di bahas di atas, jika kita semua telah memenuhi syarat seperti bersih hatinya sesuai dengan ukuran penghakiman yang di lontarkan maka kita boleh menghakimi, jika kita tidak bersih maka tidak boleh menghakimi.
Penutup
Itulah pembahasan mengenai jangan menghakimi berdasarkan kebenaran firman Tuhan, banyak orang hanya mengutip ayat lalu mengabaikan kelanjutan dari penjelasannya, sehingga apa yang di ajarkan menjadi menyimpang, yang di ajarkan ialah larangan, padahal alkitab memperbolehkannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, jadi dengan demikian di harapkan kita belajar dari kebenaran firman Tuhan dan bukan yang keluar dari mulut hamba-hamba Tuhan, karena firman Tuhan adalah kebenaran, dan apa yang keluar dari mulut hamba Tuhan biasanya hanya mengandung kebenaran, sehingga sisanya di abaikan karena di abaikan maka apa yang di ajarkan menjadi ketidakbenaran, biarlah kita semua di ajar oleh firman Tuhan sesuai dengan 2 Timotius 3:16
